Sabtu, 03 Juli 2010

Hewan “Pelindung” Bakteri Jahat

Berdasarkan penelitian terbaru diketahui ikan hiu menjadi inkubator bagi sejumlah bakteri dari strain yang resisten terhadap obat-obat antibiotik.

Hal itu menimbulkan kekhawatiran hiu bisa menjadi media penularan penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan. Anda mungkin masih ingat dengan beberapa film Hollywood yang menceritakan tentang ikan hiu dan keganasannya.

Di film-fi lm tersebut, salah satunya Jaws garapan sutradara Steven Spielberg, hiu acap kali digambarkan sebagai hewan air yang buas dan siap memangsa korban-korbannya, termasuk manusia.

Penggambaran seperti itu memang tidak salah, namun sebenarnya keganasan hiu tidak saja terletak pada gigitan dari deretan giginya yang tajam, melainkan pula pada bagian tubuhnya.

Berdasarkan studi terbaru tentang hiu diketahui bahwa tubuh ikan pemangsa itu menjadi inkubator atau host sejumlah bakteri dari strain yang cukup kuat alias resisten terhadap obat-obat antibiotik.

Lazim diketahui bahwa bakteri ialah suatu organisme berukuran superkecil atau mikroskopik yang jumlahnya paling banyak dan tersebar luas dibandingkan dengan organisme lainnya di Bumi.

Umumnya bakteri bersel tunggal (uniseluler), prokariot, serta tidak mengandung klorofil. Di Bumi, jumlah bakteri yang berasal dari bahasa Latin, bacterium, itu mencapai ratusan ribu. Temp

at hidupnya pun tersebar di berbagai area, seperti tanah, air, lingkungan ramah maupun ekstrem, serta di tubuh makhluk hidup. Proses pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipenga ruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat keasaman (pH), suhu udara, temperatur, kandungan garam, sumber nutrisi, zat kimia, dan zat sisa metabolisme.

Ketika mengetahui adanya bakteri yang resisten terhadap obatobat antibiotik di dalam organ tubuh hiu, para ilmuwan pun merasa khawatir.

Pasalnya, bakteri-bakteri tersebut bisa menular pada manusia suatu hari nanti, salah satunya melalui pengonsumsian hiu.

Seorang ahli ekologi dari Universitas Florida di Gainesville, Amerika Serikat (AS), Jason Blackburn menyatakan bukanlah perkara mudah melawan bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik tersebut.

“Kami benar-benar terkejut ketika menemukan sejumlah bakteri yang resisten terhadap berbagai obat di tubuh hiu. Karenanya suatu hal yang sulit diperkirakan untuk menemukan obat-obat yang mampu melawan serangan bakteri tersebut,” papar Blackburn seperti dikutip dari Live- Science.com.

Para ilmuwan menemukan hiuhiu yang menjadi inkubator dari sejumlah bakteri jahat itu hidup di beberapa perairan, di antaranya Florida Keys dan Belize.

Belize merupakan sebuah negara kecil di pesisir timur Amerika Tengah yang berbatasan langsung dengan Meksiko di sebelah barat laut dan Guatemala di bagian barat dan selatan. Hiu-hiu di kedua perairan itu mengandung bakteri yang resisten terhadap beberapa obat antibiotik dalam jumlah besar. Sebaliknya di lepas Pantai Masschusetts dan Louisiana, AS, jumlah bakteri yang bersarang dalam tubuh hiu terbilang sangat sedikit.

Bakteri-bakteri itu diketahui resisten terhadap beberapa obat antibiotik, seperti amikacin, ceftazidime, chloramphenicol, ciprofloxacin, doxycycline, penicillin, piperacillin, sulfamethoxazole, dan ticarcillin.

Sayangnya, penelitian tentang hiu yang menjadi inkubator sejumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotik tersebut tidak dilengkapi data pembanding populasi hiu liar seperti hiu perawat dan hiu banteng.

Meski demikian, dari beberapa sampel hiu yang diteliti, para ilmuwan menemukan sejumlah bakteri yang hidup di tubuh hiu-hiu itu resisten terhadap 13 jenis obat antibiotik.

Tidak Sakit Hal yang belum diketahui dengan pasti, bagaimana bakteribakteri itu bisa menyusup ke dalam tubuh hiu.

“Kami akan terus mencoba mencari jawaban akan hal tersebut dan hiu merupakan spesies yang menjadi target penelitian kami karena kedudukannya yang cukup penting sebagai predator utama di dalam rantai makanan di laut,” ujar Blackburn yang memublikasikan penelitiannya di jurnal Zoo and Wildlife Medicine.

Lebih jauh, Blackburn menyatakan dia serta para peneliti lainnya berencana untuk mulai melacak sumber bakteri yang resisten terhadap antiobiotik itu di berbagai lokasi.

Tidak hanya itu, mereka juga mencoba mencari jawaban mengapa keberadaan bakteri-bakteri tersebut di dalam tubuh hiu tidak menyebabkan ikan pemangsa tersebut sakit.

Berdasarkan penelitian terhadap hiu di perairan Florida Keys yang dijadikan sampel diketahui bahwa ikan itu memiliki daya resistensi yang tinggi terhadap beberapa jenis obat antibiotik.

Meski demikian, para pakar menyimpulkan bahwa lokasi perairan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tingkat resistensi hiu.

Jadi, belum tentu hiu yang hidup di luar perairan Florida Keys memiliki tingkat resistensi yang sama terhadap bakteri dengan hiu di perairan Florida Keys. Blackburn dan beberapa koleganya memperkirakan daya resistensi tersebut bisa berasal dari lingkungan sekitar.

Beberapa waktu lalu, para ilmuwan itu mencatat adanya masalah dalam pembukaan tempat pembuangan kotoran (septic tank) di Dry Tortugas, sebuah pulau di Florida Keys.

Kotoran-kotoran manusia yang berasal dari septic tank itu mungkin saja terlarut ke dalam perairan dan dikonsumsi hiu. Tanpa disadari sebenarnya secara langsung hiu mendapatkan antibiotik yang berasal dari kotoran tersebut.

Pada penelitian berikutnya, kata Blackburn, para ilmuwan akan mengamati lebih detail kaitan antara umur hiu dengan daya resistensi terhadap antibiotik. Rencananya mereka akan memilih hiu perawat yang memiliki gerakan lambat sebagai objek penelitian yang ideal.

“Gerakannya yang lambat memungkinkan para peneliti untuk mengambil sampel dengan berulang kali,” tambah Blackburn.

Berbeda halnya dengan hiu banteng dan hiu pemintal yang merupakan perenang cepat. Kedua jenis hiu itu memang dikenal sangat sulit untuk ditangkap dan dijadikan sebagai objek penelitian.

Meski demikian, para ilmuwan berharap dapat mengambil lebih banyak lagi sampel penelitian dari beragam spesies hiu. Selain itu, mereka juga berencana memperluas
daerah pene litian, termasuk ke area-area perairan yang terpencil.
dev/L-4


Sumber:
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=56069
30 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar